Tiga hari yang lalu kuterima sebuah pesan singkat yang menyatakan bahwa aku dipanggil kembali kerja sebagai Tenaga Administrasi di sebuah SMU yang ada di daerahku. Sekejap bibirku tersenyum namun sekejap itu pula aku tersadar. Dulu hal ini yang selalu aku impikan, sebagai sarjana Muda jurusan Tekhnik komputer tentu sangat cocok apalagi dengan pengalaman kerja selama 5 tahun dibidang yang sama.
Sempat dilema antara menerima atau tidak tawaran tersebut, tapi dilema itu hanya sebentar menghampiri. Tak cukup waktu lama untuk aku berpikir bahwa aku Menolak tawaran itu. Sebagai seorang
ibu aku merasa berat meninggalkan anak-anak, bagiku mereka adalah harta yang paling berharga, setiap perkembanganya adalah upah terindahku. Rasanya mau di kasih UMR setinggi apapun takkan ada yang bisa menandingi dengan kepuasan bathin yang aku dapat saat bersama mereka. Pernah 5 tahun aku kehilangan waktu bersama mereka, sekarang aku tak ingin kehilangan lagi. Cukup rasa sesal itu aku rasakan apalagi dengan usia mereka yang sudah meranjak besar.
Sebagai seorang
istri, tugas utamaku adalah melayani dan mengabdi pada suami. Meskipun pada dasarnya suami tidak keberatan dengan pekerjaan yang ditawarkan, tapi lagi-lagi aku tidak mau berhianat dengan profesiku. Bagiku menjadi seorng istri berat, menjaga kehormatan suami dan keluarga, menjaga semua amanah yang suami berikan, menjaga kerukunan dan keharmonisan dalam keluarga dan yang utama adalah menjadi Ratu dalam rumah tangga. Aku yakin aku bisa menjadi seorang pekerja dan istri tapi aku tidak yakin aku bisa adil dalam menjalankan keduanya. Pasti akan ada satu yang terbengkalai karena aku adalah seorang manusia biasa yang memiliki rasa lelah. Aku juga yakin bisa menjaga amanah dan kodrat aku sebagai istri, tapi aku tidak yakin akan menjaga pergaulanku di luar rumah, entah itu dengan rekan kerja atau dengan lingkungan sosial lainya. Aku hanya ingin menjadi istri yang hanya untuk suami, bukan untuk dipajang dan patuh pada atasan. Aku hanya ingin cukup suami yang memerintahku bukan orang lain. Karena bagiku suami adalah Imam dalam keluarga.
Pernahkah aku kelaparan, tidak makan, tidak belanja, tidak jalan-jalan jawabanya tidak pernah. Suamiku adalah sosok laki-laki yang bertanggung jawab, dan aku rasa gaji ku takkan ada apa-apanya dibanding dengan apa yang aku terima dari dia sejak kami menikah bahkan sampai saat ini. Jadi tidak ada alasan buatku untuk mencari nafkah tambahan sebagai bantuan untuk mencukupi keuangan keluarga, terkecuali kalau suami ku renta,sakit dan tidak bisa mencarikan nafkah lagi.
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Kaum
lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya di rumah, dia bertanggung
jawab atas keluarganya. Wanita pun pemimpin yang mengurusi rumah suami
dan anak-anaknya. Dia pun bertanggung jawab atas diri mereka. Budak
seorang pria pun jadi pemimpin mengurusi harta tuannya, dia pun
bertanggung jawab atas kepengurusannya. Kalian semua adalah pemimpin
dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari 2/91)
Mengakhiri ketikan ini aku hanya bisa berbisik, tugasku kini lain dari yang lain, aku harus memuliakan suami dan anak-anak serta keluargaku. Dengan pengabdian ini aku bisa menjadi seorang
Wanita sejati. Bagiku tak ada jabatan yang paling tinggi bagi seorang wanita selain menjadi istri dan ibu bagi anak-anaknya. Salam Ukhuwah.